Dalam perjalanan ibadah haji, salah satu momen yang paling ikonik adalah Talbiyah, sebuah bacaan yang melambangkan kesiapan seorang hamba menjawab panggilan Allah. Talbiyah tidak hanya sebatas seruan, tetapi sebuah wujud kepatuhan dan kecintaan, menyambut panggilan suci yang telah disampaikan sejak zaman Nabi Ibrahim AS.
Dalam kitab Al-Lu’lu Wal Marjan yang memuat hadis-hadis sahih karya Imam Bukhari dan Muslim, pembahasan mengenai Talbiyah menjadi penting dalam rangkaian ibadah haji. Hadis-hadis yang diriwayatkan menunjukkan bagaimana Rasulullah SAW menyampaikan Talbiyah dengan penuh keikhlasan, memurnikan tauhid, dan menghilangkan segala bentuk kesyirikan.
Bacaan Labbaik Allahumma Labbaik, yang berarti “Aku datang memenuhi panggilan-Mu, ya Allah,” merupakan bukti kesiapan seorang Muslim untuk menjawab panggilan ibadah. Di dalam bacaan ini terkandung pesan bahwa seorang hamba siap menjalankan perintah Allah dengan sepenuh hati, tanpa sekutu bagi-Nya.
Menariknya, Talbiyah juga dipandang sebagai bentuk takbiratul ihram bagi ibadah haji atau umrah. Ibarat seseorang memulai shalat dengan mengucapkan takbir, Talbiyah adalah titik awal dimulainya perjalanan spiritual yang besar, yaitu haji dan umrah.
Talbiyah dan Persiapan Ihram
Di dalam kitab tersebut juga dibahas mengenai miqat, yaitu titik awal di mana seorang Muslim memulai niat ihram untuk haji atau umrah. Bagi penduduk Madinah, misalnya, mereka memulai ihram di masjid Dhul Hulaifah, yang dikenal sebagai tempat khusus untuk memulai niat sebelum menuju ke Mekah.
Menariknya, bagi jamaah haji dari Indonesia, mereka biasanya melakukan ihram dari lokasi yang dilewati, seperti Jeddah, atau ketika berada di pesawat sesuai dengan waktu yang ditentukan. Setelah niat ihram, Talbiyah terus dibaca sepanjang perjalanan hingga tiba di Mekah, dan bacaan ini menjadi semacam dzikir yang harus diulang-ulang.
Seperti dijelaskan dalam Al-Lu’lu Wal Marjan, Talbiyah tidak hanya dibaca sekali, tetapi diperbanyak selama perjalanan menuju Ka’bah. Bahkan, jika seseorang sedang beristirahat atau singgah di tempat tertentu, Talbiyah tetap dianjurkan untuk diucapkan, mengingat ini adalah bentuk dzikir yang sangat dianjurkan selama perjalanan haji.
Sejarah Panggilan Haji dan Makna Talbiyah
Sejarah Talbiyah tidak lepas dari peristiwa Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan oleh Allah untuk menyeru umat manusia agar datang ke Ka’bah dan melaksanakan ibadah haji. Meski pada waktu itu, Ka’bah dan sekitarnya masih kosong dan tandus, Allah menjamin bahwa seruan Ibrahim akan sampai kepada seluruh umat manusia, dan mereka akan datang dari berbagai penjuru dunia.
Nabi Muhammad SAW, sebagai penerus ajaran Ibrahim, kemudian menghidupkan kembali makna Talbiyah dengan menegaskan bahwa “Sesungguhnya segala pujian, nikmat, dan kerajaan adalah milik Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya.” Ini adalah bentuk deklarasi tauhid yang paling murni, bahwa hanya Allah satu-satunya yang layak disembah.
Namun, pada masa Jahiliyah, seruan Talbiyah ini sempat tercemar dengan tambahan-tambahan yang mengarah pada kesyirikan. Orang-orang Quraisy menambahkan ucapan bahwa Allah memiliki sekutu, sesuatu yang kemudian diluruskan oleh Rasulullah SAW dengan mengembalikan Talbiyah pada maknanya yang murni.
Makna Mendalam di Balik Talbiyah
Talbiyah tidak hanya sekedar bacaan lisan, tetapi juga ungkapan hati seorang Muslim yang siap melaksanakan perintah Allah dengan penuh cinta dan kerinduan. Ucapan Labbaik Allahumma Labbaik membawa pesan bahwa seorang hamba siap menanggapi panggilan Allah tanpa keraguan sedikit pun.
Tidak hanya itu, Talbiyah juga mengajarkan kita untuk selalu bersikap ikhlas dalam setiap tindakan, terutama dalam hal beribadah. Dalam konteks haji, Talbiyah menjadi simbol bahwa segala sesuatu yang dilakukan adalah semata-mata karena Allah, dan bukan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari manusia.
Penutup: Menghidupkan Tauhid dalam Ibadah Haji
Ibadah haji adalah waktu untuk memurnikan kembali akidah dan tauhid kepada Allah. Setiap langkah yang dilakukan selama haji, termasuk membaca Talbiyah, adalah upaya untuk menunjukkan ketundukan penuh kepada Allah. Sangat penting bagi setiap Muslim yang melaksanakan haji untuk mengingat esensi dari Talbiyah ini, yaitu sebuah pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah, tanpa sekutu.
Selama di Mekah, bahkan saat melakukan thawaf di sekitar Ka’bah atau mencium Hajar Aswad, niat yang tulus untuk mengabdi kepada Allah harus senantiasa ada di hati. Sebagaimana yang diucapkan oleh Umar bin Khattab RA ketika mencium Hajar Aswad, “Aku tahu kamu hanyalah batu, tidak dapat memberikan manfaat ataupun mudarat. Jika bukan karena Rasulullah yang mencium kamu, aku tidak akan melakukannya.”
Inilah esensi dari ibadah haji: pemurnian tauhid dan ketundukan penuh kepada Allah, yang diwujudkan salah satunya melalui bacaan Talbiyah yang penuh makna.
Sumber: Kitab Al-Lu’lu Wal Marjan – Kitab Haji, Sifat dan Waktu Talbiyah