Ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, sebuah peristiwa besar dalam sejarah Islam dimulai. Hijrah dari Mekkah ke Madinah tidak hanya sekadar perpindahan tempat, tetapi juga langkah awal untuk membangun peradaban baru berdasarkan nilai-nilai Islam. Dalam artikel ini, kita akan menyelami kisah kedatangan Nabi di Madinah, interaksi dengan penduduk setempat, serta tiga keputusan penting yang menjadi pondasi negara Islam di Madinah.
1. Perjalanan Menuju Madinah
Hijrah Nabi SAW ke Madinah bukanlah perjalanan biasa. Beliau ditemani oleh sahabat setia, Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, dalam perjalanan panjang yang penuh dengan tantangan. Tiga hari lamanya mereka tertunda dari waktu yang diharapkan oleh penduduk Madinah. Setiap hari, masyarakat Madinah berkumpul di gerbang kota, berharap menyaksikan kedatangan utusan Allah yang telah mereka nantikan.
Namun, ketika akhirnya Nabi tiba, bukan penduduk Madinah yang pertama kali menyadarinya, melainkan seorang Yahudi yang memanjat pohon kurma untuk memastikan apakah benar Nabi yang datang. Ia kemudian berteriak, “Wahai Suku Qilah, Nabi kalian telah tiba!” Teriakannya menyebar cepat dan penduduk Madinah, baik yang telah memeluk Islam maupun yang belum, berbondong-bondong menyambut Nabi.
2. Sambutan yang Hangat: Tal’ Al-Badru ‘Alayna
Ketika Nabi Muhammad SAW memasuki Madinah, suasana berubah menjadi penuh kebahagiaan. Penduduk Madinah, yang dikenal sebagai kaum Anshar, menyambut kedatangan beliau dengan syair terkenal:
“Tal’al badru ‘alayna min thaniyatil wada’, wajabash shukru ‘alayna, ma da’a lillahi da'”
Syair ini mencerminkan rasa syukur dan kebahagiaan mereka atas kedatangan Nabi yang membawa ajaran kebenaran. Diiringi oleh lirik-lirik ini, unta Nabi terus melangkah hingga berhenti di sebuah tanah kosong yang nantinya akan menjadi lokasi Masjid Nabawi.
3. Tiga Keputusan Penting dalam Pendirian Negara Islam di Madinah
Setibanya di Madinah, Nabi Muhammad SAW tidak hanya membangun kehidupan spiritual masyarakat, tetapi juga pondasi sosial dan politik yang kuat. Tiga keputusan besar menjadi dasar pendirian negara Islam di Madinah:
a. Pembangunan Masjid sebagai Pusat Komunitas
Langkah pertama Nabi adalah membangun masjid, yang menjadi pusat kehidupan spiritual dan sosial umat Islam. Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun Nabi saat masih berada di pinggiran kota Madinah. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga tempat berkumpul, berdiskusi, dan menyusun strategi untuk masyarakat Islam. Tak lama kemudian, dibangun juga Masjid Nabawi, yang kelak menjadi pusat kehidupan umat Islam.
b. Persaudaraan Muhajirin dan Anshar
Keputusan kedua Nabi adalah menyatukan kaum Muhajirin (mereka yang berhijrah dari Mekkah) dan kaum Anshar (penduduk Madinah yang menerima kedatangan mereka). Nabi membangun ikatan persaudaraan di antara mereka, yang melampaui batas kesukuan dan kekerabatan. Kaum Muhajirin yang datang tanpa harta, disambut oleh kaum Anshar dengan kemurahan hati. Mereka berbagi rumah, harta, bahkan ladang pertanian. Persaudaraan ini menjadi contoh teladan bagi umat Islam di mana pun mereka berada.
c. Perjanjian dengan Kaum Non-Muslim
Keputusan ketiga Nabi adalah menyusun piagam atau perjanjian yang dikenal sebagai Piagam Madinah. Piagam ini mengatur hubungan antara umat Islam dan kaum non-Muslim yang tinggal di Madinah, termasuk Yahudi. Inti dari perjanjian ini adalah prinsip keadilan dan kesetaraan. Semua pihak, baik Muslim maupun non-Muslim, berkewajiban untuk mempertahankan keamanan Madinah dan menjunjung tinggi aturan yang telah disepakati. Hukum Islam berlaku bagi kaum Muslim, sementara kaum Yahudi diizinkan untuk mempraktikkan ajaran mereka sendiri, selama tidak melanggar ketentuan perjanjian.
4. Pentingnya Kebersihan dan Kerapihan dalam Islam
Salah satu nilai yang diajarkan Nabi SAW sejak awal adalah pentingnya kebersihan dan kerapihan. Dalam salah satu ayat Al-Qur’an, Allah berfirman bahwa Dia mencintai orang-orang yang menjaga kebersihan. Hal ini ditegaskan ketika Nabi mendirikan Masjid Quba, di mana penduduk setempat sangat peduli terhadap kebersihan diri mereka.
Islam menekankan bahwa seorang Muslim harus menjaga kebersihan fisik, pakaian, serta lingkungan sekitarnya. Nabi sendiri adalah contoh teladan dalam hal kebersihan, kerapian, dan keharuman. Setiap Muslim dianjurkan untuk rajin mandi, membersihkan gigi, dan memakai pakaian yang bersih serta harum, terutama saat hendak menunaikan ibadah.
5. Masjid Nabawi: Pusat Peradaban Islam
Setelah tanah tempat Masjid Nabawi dibeli oleh Nabi dari dua anak yatim, beliau langsung memulai proses pembangunan. Masjid ini dibangun dengan sederhana, menggunakan tanah liat dan batu-batu yang diambil dari sekitar Madinah. Meskipun sederhana, Masjid Nabawi memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan Islam. Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi pusat pemerintahan, pendidikan, dan kegiatan sosial umat Islam.
Setiap Muslim yang datang ke Madinah pada masa itu pasti akan terlibat dalam kegiatan di Masjid Nabawi. Di sinilah para sahabat belajar tentang agama, berdiskusi tentang masalah-masalah sosial, dan merancang strategi untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia.
Kesimpulan
Kedatangan Nabi Muhammad SAW di Madinah adalah titik awal berdirinya negara Islam yang dibangun di atas pondasi keadilan, persaudaraan, dan nilai-nilai spiritual yang kuat. Dengan membangun masjid, menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar, serta menjalin perjanjian dengan kaum non-Muslim, Nabi Muhammad SAW menciptakan lingkungan yang harmonis dan penuh berkah.
Kisah hijrah ini bukan hanya sekadar sejarah, tetapi juga pelajaran penting bagi umat Islam saat ini tentang pentingnya persatuan, keadilan, dan menjaga hubungan baik dengan sesama, tanpa memandang latar belakang suku, agama, atau status sosial.