Madinah Al-Munawwarah – Senyum haru dan rasa syukur terpancar dari wajah para jemaah umrah Batch 3 1447 H saat kaki mereka pertama kali menapaki kota suci Madinah. Dibimbing oleh Ustadz DR. Faisal Abdurrahman, rombongan tiba dengan selamat dari tanah air, menunaikan kerinduan mendalam untuk bersujud di Masjid Nabawi.
Perjalanan panjang yang melelahkan seakan sirna seketika oleh ketenangan kota Nabi. Langkah pertama mereka di tanah penuh berkah ini adalah menyempurnakan ibadah shalat Magrib dan Isya secara berjamaah. Momen khusyuk ini, seperti yang terlihat dalam foto, menjadi awal dari sebuah perjalanan spiritual yang tak hanya tentang ritual, tetapi juga tentang penyerapan sejarah dan teladan mulia para pendahulu.
Jalan-Jalan Madinah yang Bercerita
Di antara gemerlap lampu kota dan kesyahduan suasana Nabawi, ada satu pemandangan yang menyambut para jemaah: sebuah papan nama jalan bertuliskan “شارع ابي دجانة الأنصاري – Abi Dujanah Al-Ansari St.”. Ini bukan sekadar nama. Ini adalah pengingat abadi akan salah satu ksatria terhebat dalam sejarah Islam, seorang sahabat yang keberaniannya menjadi perisai bagi Rasulullah ﷺ.
Setiap jengkal tanah Madinah adalah saksi bisu perjuangan dan pengorbanan. Dengan menginap di dekat jalan ini, para jemaah seolah disambut langsung oleh ruh kepahlawanan Sayyidina Abu Dujanah radhiyallohu ‘anhu.

Mengenal Abu Dujanah (RA): Sang Ksatria Bersorban Merah Pelindung Rasulullah ﷺ
Siapakah Abu Dujanah hingga namanya diabadikan di kota mulia ini? Beliau adalah Simak bin Kharasyah, seorang sahabat Anshar yang digelari Asy-Syujaa’, Sang Pemberani. Kisah heroiknya terukir abadi, terutama dalam Perang Uhud.
Pemegang Pedang dengan Haknya
Dalam Perang Uhud, Rasulullah ﷺ mengangkat sebilah pedang seraya bersabda, “Siapa yang mau mengambil pedang ini dengan haknya?”
Banyak sahabat terkemuka maju, namun Nabi ﷺ menyerahkannya kepada Abu Dujanah. Ia pun bertanya dengan penuh tanggung jawab, “Apa hak pedang ini, wahai Rasulullah?” Nabi ﷺ menjawab, “Engkau gunakan hingga ia patah dalam membela agama Allah.”
Abu Dujanah menerima amanah itu. Dengan gagah berani, ia maju menebas barisan musuh, menunaikan hak pedang itu dengan sempurna.
Sorban Merah Tanda Kesungguhan
Abu Dujanah memiliki ciri khas yang legendaris: sorban merah. Jika ia telah mengikatkan sorban merah di kepalanya, maka seluruh pasukan Muslim tahu bahwa ia akan berperang habis-habisan hingga titik darah penghabisan. Sorban itu adalah simbol totalitas dan keberanian yang tak kenal takut.
Perisai Hidup untuk Sang Nabi ﷺ
Puncak pengorbanan Abu Dujanah terjadi saat kondisi kaum Muslimin terdesak hebat di Perang Uhud. Ketika banyak yang kocar-kacir, dan Rasulullah ﷺ menjadi target utama musuh, Abu Dujanah maju.
Ia menjadikan tubuhnya sebagai tameng hidup untuk melindungi Sang Nabi. Ia membungkuk di atas Rasulullah ﷺ, membiarkan punggungnya menerima hujan anak panah yang melesat. Diriwayatkan, punggungnya penuh dengan anak panah laksana landak, demi memastikan tidak ada satu pun yang melukai Rasulullah ﷺ.
Ibrah untuk Jemaah Zaman Sekarang
Kisah Abu Dujanah (RA) yang menyambut jemaah Ustadz DR. Faisal Abdurrahman di awal perjalanan mereka di Madinah adalah sebuah pesan kuat. Perjalanan umrah ini bukan sekadar kunjungan wisata religi, melainkan sebuah kesempatan untuk menapaki kembali jejak-jejak pengorbanan, cinta, dan keberanian.
Semangat Abu Dujanah mengajarkan kita tentang:
- Totalitas dalam Beribadah: Seperti ia menunaikan hak pedang, kita pun harus menunaikan hak ibadah kita dengan sungguh-sungguh.
- Cinta kepada Rasulullah ﷺ: Pengorbanannya adalah bukti cinta sejati. Ziarah kita ke makam beliau harus diiringi dengan komitmen untuk meneladani sunnahnya.
- Keberanian Membela Kebenaran: Di zaman modern, keberanian diwujudkan dengan teguh memegang prinsip-prinsip Islam di tengah berbagai tantangan.
Semoga seluruh jemaah Batch 3 1447 H bersama Ustadz DR. Faisal Abdurrahman mendapatkan umrah yang mabrur, dipenuhi dengan ilmu, hikmah, dan semangat baru untuk meneladani para sahabat Nabi yang mulia. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
