Dalam sejarah, kita bisa melihat bagaimana para Nabi berdakwah tanpa mengorbankan identitas mereka. Salah satu kisah yang menarik adalah Ratu Balqis yang awalnya datang menemui Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam, namun akhirnya menerima dakwah beliau. Ini menunjukkan bagaimana dakwah bisa menyentuh hati siapa pun, bahkan seorang ratu besar.

Lain lagi dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau aktif mendakwahi para pemimpin Quraisy dan bahkan mengirim surat-surat kepada raja-raja yang terkenal di masanya, mengajak mereka untuk masuk ke dalam Islam. Surah Al-Kafirun diturunkan sebagai respons terhadap tawaran “toleransi kebablasan” dari para pembesar Quraisy yang ingin mencampurkan agama mereka dengan Islam. Allah menegaskan bahwa bagi mereka agama mereka, “Lakum diinukum wa liya diini.”

Dari kisah ini kita bisa belajar bahwa manhaj dakwah dalam Islam sangat tegas. Mengajak orang kepada kebenaran tanpa perlu berkompromi dengan kekufuran atau melemahkan identitas keimanan. Dakwah bukan soal menyesuaikan diri dengan lingkungan yang penuh kemusyrikan, tapi justru bagaimana menyampaikan kebenaran dengan bijak tanpa harus terpengaruh oleh ajakan-ajakan permisif.

Rasulullah telah memberikan contoh yang jelas dalam hal ini, bahwa Islam tidak boleh dicampur dengan keyakinan lain hanya demi meraih “toleransi” yang tidak pada tempatnya. Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang, tetapi juga ketegasan dalam hal prinsip-prinsip keimanan. Tidak ada toleransi dalam hal akidah.

Semoga kita semua bisa meneladani keistiqamahan para Nabi dan selalu berada di jalan yang lurus, menjaga iman kita tanpa harus menyerah pada godaan toleransi yang kebablasan. Dakwah Islam tetap harus berjalan, mengajak tanpa mengorbankan kebenaran.

sumber : FB Ust. Ahmad Hanafi

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *