Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar nasihat bahwa adab harus didahulukan sebelum ilmu. Sebuah ajaran yang telah diwariskan dari generasi ke generasi ini bukan hanya sekadar ungkapan, tetapi merupakan pilar penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang. Salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, Abdullah bin Umar, pernah berkata, “Kami diajari iman sebelum diajari Al-Qur’an.” Ini menunjukkan betapa pentingnya membangun fondasi yang kokoh dalam iman dan akhlak sebelum menuntut ilmu.

Adab dan akhlak yang baik merupakan cerminan dari aqidah yang benar. Ketika seseorang memiliki aqidah yang kokoh, maka perilaku dan adabnya juga akan terjaga dengan baik. Nabi Muhammad SAW pun menekankan pentingnya akhlak yang baik, seperti yang tercermin dalam kisah seorang pemimpin suku yang dipuji oleh Rasulullah karena memiliki sifat penyantun dan tenang, sifat yang tidak terburu-buru dalam bertindak.

Para ulama sepakat bahwa adab dan akhlak bukan hanya hasil dari pendidikan, tetapi juga bawaan dari sifat alami seseorang. Namun, meskipun seseorang mungkin memiliki sifat dasar yang baik, tetap diperlukan pembinaan yang terus-menerus agar akhlak tersebut berkembang dengan optimal. Sebaliknya, seseorang yang mungkin tidak memiliki modal dasar dalam akhlak yang baik masih bisa dibina untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia melalui pendidikan yang tepat.

Namun, dalam konteks pendidikan modern, kita sering kali melihat bahwa penekanan lebih diberikan pada pengetahuan dan ilmu, sementara adab dan akhlak terkadang terabaikan. Akibatnya, ilmu yang diperoleh menjadi tidak bermanfaat, tidak berkah, dan tidak mampu mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik. Seperti yang dikatakan oleh ulama besar Abdullah bin Mubarak, “Kehilangan adab berarti kehilangan dua pertiga dari ilmu.” Ini menunjukkan betapa pentingnya adab dalam proses pembelajaran.

Pentingnya adab juga tercermin dalam cara Rasulullah SAW mengajarkan praktik-praktik keagamaan kepada para sahabatnya. Ketika Utsman bin Affan ingin mengajarkan wudhu yang benar, beliau tidak memberikan teori, melainkan menunjukkan langsung bagaimana cara berwudhu yang diajarkan oleh Rasulullah. Hal ini menunjukkan bahwa praktik langsung jauh lebih efektif dalam membentuk pemahaman dan kebiasaan yang baik.

Sayangnya, dalam sistem pendidikan agama saat ini, kita sering kali lebih fokus pada teori daripada praktik. Teori tentang shalat, wudhu, sabar, dan jujur diajarkan tanpa diiringi dengan pembiasaan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, anak-anak diajarkan untuk memahami konsep-konsep keagamaan tanpa benar-benar menghayati dan mempraktikkannya.

Untuk itu, kita perlu mengembalikan keseimbangan dalam pendidikan, di mana adab dan akhlak mendapatkan porsi yang lebih besar dalam proses pembelajaran. Pendidikan agama tidak seharusnya hanya berkutat pada teori, tetapi juga harus diiringi dengan praktik nyata yang menanamkan nilai-nilai akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, ilmu yang diperoleh akan menjadi lebih bermakna, bermanfaat, dan berkah.

Sumber: ceramah Ust. Budi Ashari

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *